Tulisan ini pertama kali diketik 7 Desember 2015
Catatan : Ini adalah artikel panjang perjalanan perencanaan keuangan gua. Semua yang ada di dalamnya merupakan pengalaman dan opini gua sendiri. Gua tidak pernah memaksa kalian untuk mengikuti cara gua. Because this is my story, the journey I would want to read later on the other day. Hehee.
--
Jujur aja, gua kismin alias miskin.
Sebelum adanya Go-Jek, Grabbike, dan promo fantastis yang mereka berikan, gua hidup dalam kemiskinan.
Defisini kemiskinan yang gua maksud adalah masa dimana gua tidak bisa shopping untuk memenuhi nafsu jiwa dan raga. Eits, nafsu jiwa dan raga yang gua singgung itu contohnya adalah gak bisa makan enak, gak bisa memanjakan diri di rumah spa, gak bisa beli baju bagus loh ya.
Sementara gua orangnya paling demen belanja online. Nyesek gak tuh.
Selama setahun pertama gua di Jakarta, setiap malam gua selalu numpang makan di rumah orang, setiap minggu numpang wifi di rumah orang, setiap di kelas kelaperan, setiap ada waktu luang gua dirumah. Rasanya menyedihkan banget jadi ansos. Gak bisa kemana-mana gara-gara gak ada duit. Serasa gimana gitu. . .
Lho, kamu kan udah punya penghasilan sendiri??
Yep. That's right. Gua udah kerja dan punya penghasilan sendiri. 3 bulan pertama gua di Jakarta, Dad masih memberikan gua uang saku tambahan. Tetapi selanjutnya, gua menghidupi kebutuhan gua dari hasil kerja gua sendiri. Mulai dari biaya kuliah, biaya transportasi, kebutuhan umum, dll. Syukurnya, gua gak perlu membayar biaya tempat tinggal dan makan karena sudah diakomodasi oleh perusahaan. Kalau harus bayar kos dan makan lagi, jujur aja gua udah gak sanggup.
Sewaktu gua masih memakai ojek pribadi, perbandingan biaya kuliah dan biaya transportasi gua adalah 1:1 tiap bulannya. Sementara kalau dihitung secara kasat mata gaji gua satu bulan tidak dapat menutupi biaya tersebut. Belum lagi jajan, hadiah temen ulang tahun, kebutuhan lainnya. Gimana gua bisa foya-foya kalau begitu? Gua sempat merasa lelah dan putus asa.
Makanya semenjak adanya promosi Grabbike dan Gojek yang cuma Rp 5.000 sampai Rp 20.000, gua bersyukur banget sekarang bisa bernapas lebih lega. Biaya transportasi gua berkurang hingga 159%!! Yup, that's a super fantastic percentage, right? Gimana gak lega gua, sekarang bisa belanja ini itu.
But...
Suatu ketika gua menginap di tempat cici gua dan membaca novel 23 Episentrum. Novel tersebut bercerita tentang seorang wanita muda yang malu karena ia terjerat hutang dan harus membayar nominal yang cukup tinggi ketika ia lulus kuliah. Wanita tersebut ingin menjadi news anchor tapi apa daya dia diterima sebagai reporter di salah satu stasiun TV berita. Membaca novel itu sering kali membuat gua jengkel karena wanita tersebut terlalu melebih-lebihkan mengenai "Gua malu banget punya utang cuma gara-gara nekat kuliah." Yang mana selalu dibahas hampir di setiap perjalanan. Tetapi, yang membuat gua tertarik membaca buku itu sampai tuntas adalah penyampaiannya mampu menarik dan menampar gua! Di waktu yang pas, buku itu mampu membuat seseorang tercerahkan. Gua pun tersadarkan olehnya, bahwa sekarang gua harus mengatur keuangan gua semaksimal mungkin. Gua gak mau gagal.
Oleh karena itu semenjak membaca buku 23 Episentrum, gua mulai melakukan riset keuangan. Gua mulai dengan browsing di internet, membuka kembali rencana-rencana awal yang terendap di batin, mengunduh aplikasi-aplikasi finansial yang menunjang. Banyak hal yang gua lakuin saking semangatnya sehabis ditampar buku itu. Tamparan itu juga yang membuat gua ingin membuat sekaligus mewujudkan goals untuk tahun 2016.
Catatan : Ini adalah artikel panjang perjalanan perencanaan keuangan gua. Semua yang ada di dalamnya merupakan pengalaman dan opini gua sendiri. Gua tidak pernah memaksa kalian untuk mengikuti cara gua. Because this is my story, the journey I would want to read later on the other day. Hehee.
--
Jujur aja, gua kismin alias miskin.
Sebelum adanya Go-Jek, Grabbike, dan promo fantastis yang mereka berikan, gua hidup dalam kemiskinan.
Defisini kemiskinan yang gua maksud adalah masa dimana gua tidak bisa shopping untuk memenuhi nafsu jiwa dan raga. Eits, nafsu jiwa dan raga yang gua singgung itu contohnya adalah gak bisa makan enak, gak bisa memanjakan diri di rumah spa, gak bisa beli baju bagus loh ya.
Sementara gua orangnya paling demen belanja online. Nyesek gak tuh.
Selama setahun pertama gua di Jakarta, setiap malam gua selalu numpang makan di rumah orang, setiap minggu numpang wifi di rumah orang, setiap di kelas kelaperan, setiap ada waktu luang gua dirumah. Rasanya menyedihkan banget jadi ansos. Gak bisa kemana-mana gara-gara gak ada duit. Serasa gimana gitu. . .
Lho, kamu kan udah punya penghasilan sendiri??
Yep. That's right. Gua udah kerja dan punya penghasilan sendiri. 3 bulan pertama gua di Jakarta, Dad masih memberikan gua uang saku tambahan. Tetapi selanjutnya, gua menghidupi kebutuhan gua dari hasil kerja gua sendiri. Mulai dari biaya kuliah, biaya transportasi, kebutuhan umum, dll. Syukurnya, gua gak perlu membayar biaya tempat tinggal dan makan karena sudah diakomodasi oleh perusahaan. Kalau harus bayar kos dan makan lagi, jujur aja gua udah gak sanggup.
Sewaktu gua masih memakai ojek pribadi, perbandingan biaya kuliah dan biaya transportasi gua adalah 1:1 tiap bulannya. Sementara kalau dihitung secara kasat mata gaji gua satu bulan tidak dapat menutupi biaya tersebut. Belum lagi jajan, hadiah temen ulang tahun, kebutuhan lainnya. Gimana gua bisa foya-foya kalau begitu? Gua sempat merasa lelah dan putus asa.
Makanya semenjak adanya promosi Grabbike dan Gojek yang cuma Rp 5.000 sampai Rp 20.000, gua bersyukur banget sekarang bisa bernapas lebih lega. Biaya transportasi gua berkurang hingga 159%!! Yup, that's a super fantastic percentage, right? Gimana gak lega gua, sekarang bisa belanja ini itu.
But...
Suatu ketika gua menginap di tempat cici gua dan membaca novel 23 Episentrum. Novel tersebut bercerita tentang seorang wanita muda yang malu karena ia terjerat hutang dan harus membayar nominal yang cukup tinggi ketika ia lulus kuliah. Wanita tersebut ingin menjadi news anchor tapi apa daya dia diterima sebagai reporter di salah satu stasiun TV berita. Membaca novel itu sering kali membuat gua jengkel karena wanita tersebut terlalu melebih-lebihkan mengenai "Gua malu banget punya utang cuma gara-gara nekat kuliah." Yang mana selalu dibahas hampir di setiap perjalanan. Tetapi, yang membuat gua tertarik membaca buku itu sampai tuntas adalah penyampaiannya mampu menarik dan menampar gua! Di waktu yang pas, buku itu mampu membuat seseorang tercerahkan. Gua pun tersadarkan olehnya, bahwa sekarang gua harus mengatur keuangan gua semaksimal mungkin. Gua gak mau gagal.
Oleh karena itu semenjak membaca buku 23 Episentrum, gua mulai melakukan riset keuangan. Gua mulai dengan browsing di internet, membuka kembali rencana-rencana awal yang terendap di batin, mengunduh aplikasi-aplikasi finansial yang menunjang. Banyak hal yang gua lakuin saking semangatnya sehabis ditampar buku itu. Tamparan itu juga yang membuat gua ingin membuat sekaligus mewujudkan goals untuk tahun 2016.