Hopping Around
Akhir-akhir ini, gua sering berkelana. Kesana, kemari, kesitu, kemana-mana.
Ibaratnya, gua gak punya sebuah tempat yang menjadi tujuan akhir gua setelah berkelana terlalu jauh, hingga akhirnya gua melanjutkan perjalanan gua ke antah berantah. Ketika gua benar-benar lelah, ketika itulah gua akan berpulang ke sebuah tempat peristirahatan sementara. Gua bahkan tak dapat menganggap tempat itu sebagai rumah gua. Karena begitu gua merasa betah disana, faktor sekitar membuat gua harus keluar lagi dari tempat itu. Gua pun mencari tempat naungan yang baru, beradaptasi dengan mereka, lalu terdepak lagi. Begitu seterusnya bagaikan globe dunia tanpa ujung dan tanpa awal.
Kalau gua hitung, semenjak gua lahir sampai sekarang, gua pernah menempati 4 rumah. Sebentar lagi angka itu akan bertambah satu, karena gua akan pindah lagi. Entah pindah dalam kota yang sama atau pindah ke kota lain. Hal itu masih belum pasti, namun gua lebih mengharapkan pilihan yang terakhir. Gua lebih ingin berpergian ke kota lain. Memang, mengembara itu bukanlah suatu tantangan yang mudah. Namanya saja tantangan, mana mungkin gampang? Mengembara membutuhkan kesiapan mental, dan batin.
Waktu itu gua pergi sembahyang. Gua ikut menarik nomor untuk mengetahui apa yang ingin gua tanyakan. Gua menanyakan tiga hal saat itu. Salah satunya adalah kuliah. Arti dari nomor yang gua tarik kira-kira mengatakan bahwa pada awalnya akan susah, namun begitu semua selesai, semuanya akan menjadi mudah. Gua sedikit banyak percaya akan peramalan itu. Layaknya sebuah puisi, bersusah dahulu bersenang kemudian. Kalau gua mengambil kuliah di kota lain, maka penderitaan gua akan meradang lalu menyusut, mengembang lalu mengempis. Gua bahkan tidak tahu bagaimana tenang atau paniknya merespon segala masalah yang melanda diri gua.
Namun, pikiran merantau ke kota lain seakan segumpal awan cerah di antara segempuk awan mendung di sekitarnya. Bagaikan bintang yang kelihatannya terang padahal sebenarnya telah mati. Akankah Dad membiarkan, mengizinkan, dan membiayai gua kuliah disana? Dimana gua harus hidup sendiri, makan sendiri, belajar sendiri dan bersenang-senang sendiri?
Memang dari awal, gua ingin keluar dari sini. Dari kota ini. Dari lingkungan ini. Dari rumah ini. Dari semua bullshit ini. Gua gak mau tahu dimana tepatnya tempat itu, tapi yang jelas keluar dari sini.
Sebagai pilihan awal, gua tertarik pada Binus University. Kemudian Surya University dan beberapa universitas lainnya. Namun semua tempat itu belum dapat gua jangkau. Hingga akhirnya, sebuah keluarga agak dekat menghampiri rumah mereka di Medan lalu berbincang dengan kami. Saat itu, mereka seakan memberikan kesempatan pekerjaan yang mana diterima baik oleh Mom. (dan gua juga) Mereka juga mengatakan bahwa anak mereka kuliah di salah satu tempat disana. Setelah gua cek, ternyata tempat kuliah yang anaknya ikuti bisa dibilang cukup murah (bila dibandingkan dengan binus dan surya)
Gua pun menanyakan perkuliahan gua ke Dad. Ia menyuruh gua untuk menanyakan segala hal tentang kuliah itu terlebih dahulu sebelum memutuskan masuk kesana.
Mungkin, gua bisa kesana dan mungkin gua gak bisa kesana.
Gua pun akan melompat lagi, kesana kemari.
/////////////////////////////////////////////////////////////////////
skip skip
0 comments