Garis besar hidup gua sepertinya tertulis selayaknya garis besar hidup yang sering di omongkan orang:
Tamat SMA -> Kuliah + Kerja -> Nikah -> Punya Anak.
Sejalur semua.
Gua jadi ingat salah satu postingan gua dulu yang pernah nyeletuk: "Enak ya punya hidup yang udah ter-planning jadi ga bingung mau ngapain." Gila ga sih! Dari nyeletukkan gua yang sebenarnya gak berbobot itu, dan akhirnya benar-benar terjadi. Hidup gua sejalur dengan kehidupan yang jalurnya seperti itu. Seperti sesuatu yang mudah ditebak gitu yahh.
Gua gak nyangka loh. Karena, sewaktu gua nyeletuk itu, gua merasa hidup gua kok gini-gini amat. Ya namanya anak baru lulus SMA, terus akhirnya terbang ke Jakarta terus dihadapi dengan kondisi dimana gua ga bisa kuliah dengan jurusan yang gua mau saat itu. Sampai akhirnya gua kerja sambil kuliah untuk hidupi diri-sendiri karena ortu gua pisah dan keluarga gua udah kayak hidup sendiri-sendiri. Yak. Gua gak pernah nyangka bahwa alur hidup gua setelah itu adalah menikah dan punya anak. Barangkali saat itu gua mikir bakalan kerja terus jadi independent woman (halah), susah dapat jodoh, dan segala macam. HAHAHA. Bren, bren...
Yak, anyway, gua sekarang udah nikah dan sedang menunggu lahirnya anak gua yang pertama.
Banyak orang yang melihat gua dan mengetahui cerita gua ngomong gini, "Dia itu yaaa enak betul loh hamilnya!"
Agak gimana gitu ya dengarnya, apakah gua harus belaga bangga? Atau gimana?
Ketika gua hamil, gua jarang muntah, mual ataupun lemas. Awal-awal hamil juga gua gak gitu punya keinginan spesifik untuk makan sesuatu yang spesifik alias ngidam. (Ya sekarang sih memanfaatkan kesempatan untuk bilang, "Aku pengen makan ini...." Muahahahah *evil laugh* LOL) Badan gua juga gak bertambah banyak beratnya. Palingan hanya Brenda biasa dengan perut membesar. Kayak di the Sims gitu loh, tapi jujur perut karakter the Sims masih lebih gede dibandingin perut gua. Ckckck. Ya mungkin karena alasan-alasan seperti itulah, orang-orang mengatakan gua "Enak hamilnya". Gak bikin ribet. (Ya, alhamdulilah yah)
Cuman semakin kesini, alias mendekati hari H, gua mendapati fakta bahwa, sekecil-kecilnya perut gua ini, tetap saja jalannya mulai ngengkang. Persis deh kayak orang di the Sims. Yang jalannya gabisa lurus bak model. Gua juga bingung karena refleks aja gitu jalannya jadi ngengkang. Ih jelek banget, tapi ya gimana ya. -_-)a Selain itu, gua juga gabisa tidur telentang. Kalau tidur telentang, berasa banget baby nya itu menimpa jadi gua berasa engap-engapan. Makanya sekarang gua tidur miring ke samping.
Ketika gua announce foto gua yang sedang hamil di insta story, ada dua kalimat yang paling sering terlontar.
Yang pertama, "Congratulation yah bren!"
Lalu yang kedua, "Udah berapa bulan?"
Apalagi yang kedua, beuh dimanapun kapanpun ketemu orang pasti pertanyaannya itu. Yah emang sih gua kalau ketemu orang yang hamil, juga bawaannya ingin melontarkan pertanyaan klasik seperti itu.
Tapi, gua jadi ingat sama dokter obgyn gua bernama dr Erik Kasmara yang praktek di Rumah Sakit Pondok Indah Puri Indah.
Di pertemuan kami yang kesekian kalinya, dia nanya, "Udah tau belum umur anaknya berapa?"
Gua melihat Troton lalu melihat ke dokternya lagi, "Udah mau 8 bulan, dok."
Terus dr Erik senyum-senyum, "Tuh kan, kita tuh ga ada istilah bulan-bulan. Kita pakai istilah minggu."
Lalu iapun mengajari kita bahwa kita salah, dan mengapa pada saaat hamil yang digunakan adalah minggu, bukan bulan. "Yak, jadi satu bulan ada berapa hari? 30 hari? Tapi di bulan februari cuman ada 28 hari. Di Januari cuman ada 30 hari. Di Maret cuman ada 31 hari. Jadi, kebuang tuh hari-harinya. Kalau satu minggu kan sudah pasti 7 hari. Kalau satu bulan tidak pasti 31 hari kan? Nah, makanya kita disini tidak pernah memakai istilah berapa bulan. Kita pakai berapa minggu."
Iya, iya, dok. Tetapi tetep aja kan orang-orang bakalan nanyanya berapa bulan, bukan berapa minggu. :"D
Semenjak itulah, sebisa mungkin gua menjawab dengan memakai hitungan minggu. Biar lu ngitungin sendiri sana berapa bulannya. Hahaha.
Ada orang yang nanya gua kenapa check up nya di RSPI Pondok Indah? Kenapa dokternya pakai dr Erik?
Well, gua orangnya lumayan simpel yah sepertinya, gak kayak ibu-ibu lain yang nyoba sana-nyoba sini. Hahaha.
Jadi sebelum gua hamil, gua sempat melakukan vaksinasi HPV di RSPI Pondok Indah, kebetulan dokter yang menangani gua adalah dr Erik. Nah, vaksinasi HPV itu kan 3 kali. Yang pertama kali akan ditangani oleh dokter spesialis sebagai sesi pengenalan. Yang kedua dan ketiga kali, akan ditangani oleh dokter umum. Setelah vaksinasi pertama berjalan lancar, gua pun membuat jadwal untuk vaksinasi kedua. Tapi emang dasarnya gua gak mendengar jelas, gua pikir tetap dengan dokter yang sama yaitu dr Erik. Jadi gua booking appointment dengan dr Erik. Sesampainya disana dia bingung, "Kamu vaksinasi kedua? Kok ke saya?"
Gua juga bingung dong lihat dia, "Lah, emangnya kemana?"
"Harusnya sih ke dokter umum." Dia pun melihat gua yang datang dengan jaket cream andalan gua, "Kamu habis dari mana? keknya capek betul?"
"Saya dari Kelapa Gading." Ya emang capek, dari Kelapa Gading naik motor ke Puri Indah. :")
"Astaga jauh banget. . ." Terus dokternya mikir-mikir, "Yaudah deh, saya kasian lihat kamu. Seharusnya sih vaksinasi yang kedua itu ke dokter umum, dan harinya hari biasa. Tetapi berhubung kamu udah jauh-jauh dari Kelapa Gading kesini, kan kasian kalau balik lagi tanpa hasil kan. Yaudah gapapa, saya bantu aja."
Dan dr Erik pun memberikan suntikan ke lengan gua yang kemudian berasa kebas yaoloh.
"Udah semua, nih. Ya kalau misalnya ke dokter spesialis itu harga suntiknya beda sama yang paket yang kamu beli. Tapi gapapa, kamu kan udah jauh-jauh kesini, kasian."
Yak, karena kebaikannya itulah yang tidak menyuruh gua pulang kembali ke Kelapa Gading dengan hasil nihil, seorang Brenda pun kepincut dan merasa dia adalah dokter yang baik. Ketika gua hamil, tanpa mikir panjang, gua maunya ke rumah sakit itu dan dokter yang itu. Tetapi tentu setelah gua melihat review-review di Google yang sejauh ini positif-positif aja. Sesimpel itu, dan sampai sekarang gua gak ganti-ganti dokter obgyn. :)
Namun, ketika gua ke dokter yang lain yang dirujuk dr Erik untuk USG 4D, ternyata dokter itu yaitu dr Budi juga gak kalah baiknya ternyata. Bahkan dia jauh lebih sabar dari dr Erik menurut gua. Soalnya, ketika 4D, susah banget dapetin foto muka baby, jadi hampir 15 menit kemakan cuman untuk cari mukanya. Terus bagian-bagian lain juga di lihat dan diperhatikan secara rinci. Bahkan setelah selesai USG 4D yang hampir satu jam itu, malah dr Budi yang minta maaf gara-gara lama. Nah lho, gua pun bingung. "Kok dokternya yang minta maaf yah??"
Ya kalau dibandingkan dengan dr Erik, jadinya terkesan agak cepat USG 2D oleh dr Erik. Cuman dilihat sekilas. Bahkan waktu mukanya gak keliatan, dr Erik cuman bilang, "Ya kan di 4D juga udah kelihatan mukanya gimana." Ya tapi kan dok, gua pengen lihattttt jugaaaa... >.<)a Ga sekalian aja bilang, ntar lahiran juga kelihatan mukanya. -_-)a
Tapi kenyataannya saat lahiran, gua memakai dokter Budi! Hahahha
Gua akan share ceritanya di post lain yah. Sampai disini dulu cerita hamil gua. :D
0 comments