Chapter 10
Gua melihat pantulan wajah gua di cermin meja rias. Make-up, oke. Baju, oke. Mulut, oke. Ketiak, oke. Tangan-kaki, oke. Rambut,…oke.
Rambut gua sudah tumbuh lebih panjang sampai ke dada. Padahal tiga bulan lalu masih sebatas bahu, DAN membuat wajah gua berbentuk JERUK! ._. Gara-gara bentuk jeruk itu, gua sempat menjadi bahan lelucon anak kostan dan kuliahan. Untung saja, gua sudah lebih kurus sekarang. Karena kalau gua masih gendut, gua persis seperti semangka dengan buah jeruk diatasnya. -_-
Sekarang rambut gua sudah lebih panjang, tidak tampak lagi seperti jeruk atau buah bulat lainnya. Gua jadi ingin mengecatnya menjadi coklat. Well, belakangan ini banyak anak kuliahan yang rambutnya di cat, kok. Bahkan ada orang yang rambutnya di cat merah, biru, atau pelangi! Gua…tidak mau ketinggalan trend kan…?
Gua memutuskan untuk mampir ke salon selesai kerja, berhubung hari ini tidak ada kelas. Gua akan memanjakan diri menghapus penat setelah kerja nanti! Decision accepted!
Gua pun bangkit dari kursi rias dan turun ke lantai bawah. Setelah makan pagi, gua segera keluar dan pergi ke kantor bersama my new baby, Bonbon. Bukan ‘gua’ ataupun boneka kembaran gua tapi mobil gua, okay. Sebagai bentuk penghormatan pada Micky karena telah mengajari gua, gua pun memberi nama pada mobil itu. Lucu kan! ^^
Setelah semalam berkata pada Dad bahwa gua memerlukan kendaraan untuk membantu transportasi gua, Dad langsung memberikan gua semacam izin untuk memilih mobil apapun yang gua mau. O-o Gua ingin sekali memilih Audi A4 yang membuat gua jatuh cinta pada pandangan pertama, tapi harganya terlalu mahal. Mungkin gua bisa membelinya, tapi setelah gua menjual seluruh organ dalam tubuh gua ke Black Market. -_- Akhirnya setelah melihat-lihat di internet, gua pun memilih Nissan March yang bentuknya imut.
Gua sudah pernah bilang kalau ayah gua pemimpin perusahaan LEE Group kan? Soal membeli mobil seperti ini (kecuali Audi yah) hanyalah permasalahan imut baginya. Sebab, keesokan harinya mobil tersebut sudah terpampang rapi di depan rumah, hanya menunggu gua untuk mengelus kemudinya dan menaikkan adrenalin sendiri karena ini pertama kalinya gua mengendarai mobil tanpa Micky.
Hari kedua yang gua lalui di kantor tidak jauh beda dengan hari pertama. Yang berbeda adalah, Theo tidak mengajak gua untuk makan bersama kliennya karena dia pun mempunyai banyak meeting di kantor. Selain itu, pekerjaan menumpuk membuat gua terlalu sibuk untuk memikirkan lelaki itu. Hal yang sama mungkin adalah tatapan memuakkan dari beberapa cewek di lantai 16 kantor tersebut. Karena sepertinya mereka semua memiliki harapan untuk menjadi primadona bagi Theo, dan harapan itu seakan rapuh akibat kedatangan saingan baru alias gua. WEW. Memang sih, ada tatapan yang lebih ramah lagi, yang datang dari pegawai lelaki kantor tersebut. -_- Untung saja, gua lebih sering meluangkan waktu di dalam kantor sehingga gua tidak perlu terlalu sering pura-pura tidak melihat tatapan yang ditujukan ke gua. FIUH.
“Pekerjaan kantoran memang melelahkan, ya kan?” sahut Theo. Ia baru saja kembali dari meetingnya dan duduk di sofa untuk bersantai.
“Well, yeah…Boring tick tock boring…” jawab gua tanpa berpikir duluan. -_-
Itu menyebabkan Theo tertawa di tempatnya, “You’re cute.”
“What?” Meninggalkan hal yang sedang gua tekuni, gua memalingkan wajah untuk melihat Theo berada dalam posisi tidur di sofa. I am cute? What’s that mean? Gua imut, lucu, sesuatu gitu?
“I thought you’re going to hate me till the end…”
Is he talking to me?
“I’m glad you’re not avoiding me…”
I think yes, he is.
“Wanna know why I quit?” Mata Theo kemudian berjumpa dengan mata gua. Untuk beberapa saat kami hanya saling menatap, lalu dia kembali berbicara dan menunjuk sofa yang bersebrangan dengan sofa yang ia tempati. “Kamu bilang pekerjaan ini membosankan kan? Kemari dan duduklah."
Gua ragu-ragu. Bolehkah?
“Don’t make me sell nuts please. I don’t wanna be a nuts, okay?”
Gua pun bergegas duduk di sofa itu dan melihat Theo yang masih berbaring di tempatnya, kepalanya menghadap ke langit-langit.
“Back in the teen days, I’m such a rebel. You might not know, but this company is my dad’s.” Gua terkejut mendengar penjelasannya, I mean, berita bahwa perusahaan Gakuen merupakan milik ayahnya! A what?
“My dad always asked me to do this, do that, all rules I hate. After Mom’s death, it seems as if he never ever cares about me at all. Like, he always skips my birthday for his business. To him, business is everything. So, one day we got into a big quarrel. Things were so bizarre that time that I decided to runaway… He didn’t even give a f.uck about my rebellion. He didn’t give me money, maybe he thought that I would come back starving to beg for his mercy.”
“Of course, my pride got the best of me. I was still a high-school boy. I needed money to fulfill my needs. Therefore, I search for jobs everywhere and finally got one on the Radio as an announcer, and one as a server. I lived on, although the money I got was only enough for school, eat, and stuff. You know, it’s suck sometimes. But, I had no restraint at all.”
Tiba-tiba gua teringat… Kalau saat itu, ketika dia keluar dari rumahnya, bukankah itu ketika gua *ahem* menyatakan cinta padanya *ahem*? Maksud gua, saat dia keluar dari rumah dia masih anak SMA. Dan gua *ahem* confess *ahem* sewaktu masa SMA bukan? So. . . I wonder if he’s stressed and my presence—
“And you come…”
Gua pun terdiam kaku, ceritanya menuju ke suatu titik tentang keberadaan seorang Candy Lee. Theo pun turut diam. Rasanya ia tidak ingin berbicara lebih jauh lagi. Dia membuka mulut tapi menutupnya lagi. Sepertinya ada sesuatu yang ingin ia katakan, tapi tersendat.
Theo kemudian bangun mengganti posisi duduk. Ia memegang pundaknya serasa lelah kemudian melemaskan otot tangannya. Terdengar bunyi 'krek’ yang keluar dari gesekan tulang joint-nya. Sesaat kemudian dia melihat gua dan tersenyum licik.
“Actually… You are not really my secretary, you know right?”
O-O! Eh? “Maksud lu?”
“Well… I like to think you as my assistant. It suits you well.”
“. . . . . . . -_-” What the…?
“Ah, gua mau pergi ke suatu tempat nanti, setelah office hours. Better get ready.”
“What? Berarti lembur dong? Tapi…” Gua kan mau ke salon, ciin! Rambut gua mau berubah warna loh, bok! Ih, rese deh. -_-
“Lu bukan lagi anak mami kan? Hahaha… Just follow me, I’m not going to kidnap you!”
-_- Memang siapa yang berpikir seorang Theo sang direktor perusahaan Gakuen akan menculik sekretaris atau asistennya? I’m thinking straight, ya know. I meant not the ‘straight’ as when you usually ask ‘are you straight?’ to a gay-like person. It is ‘straight’ as in ‘you look straight right?’ What am I even thinking right now? OHMYBONES!
Gua kembali ke tempat duduk gua yang terletak di dekat pintu. Sesekali gua mengintip ke arah Theo untuk … entahlah. Gua hanya mempunyai kebiasaan untuk melihatnya semenjak bekerja disini. -_-
“Don’t look at me like that.” Theo mengalihkan pandangan dari komputernya dan melihat gua.
. . . . . caught red in action . . . . .
AAAAAAAAAAARH! Pembaca! Bantulah saya menggali lubang dan saya akan sembunyi disana, selamanya! Benar-benar. MALUNYA itu loh, MAKSIMAL sekali! -_-
Terpaksa gua menunduk serendah mungkin. Dari tempat gua duduk, gua bisa mendengar cekikikan rendah datang dari meja kebesaran Theo. T^T
//
“. . . ._.”
“. . . ^^”
Ehek?
Gua memarkirkan mobil gua di sebelah mobil Theo. Dengan aman, jika Anda penasaran. Well, I'm not a good driver. But I'm also not a bad driver. I'm... between them? Ehehehe... Aish, the important thing is I'm safe. -_-
Gua berpikir bahwa kerja lembur itu berarti susah payah memeras otak di dalam kantor sambil ditemani kopi hangat dan sebungkus makanan cepat saji. Tapi. . .kerja lembur yang dimaksudkan Theo adalah… menemaninya mengunjungi lahan kontruksi. Bangunan-bangunan disini masih dalam tahap pembangunan. Ka—kami tidak akan terluka kan? ._.^
Theo memasuki gerbang yang dibangun dengan seng yang menunjukkan ‘Dilarang masuk bagi yang tidak berkepentingan’. Berarti Theo mempunyai kepentingan di lahan ini, ya kan? Apa mungkin lahan luas –dan angker- ini akan menjadi kantor cabang Gakuen?
Kalau dipikir-pikir, perusahaan Gakuen merupakan perusahaan besar di bidang kosmetik dan kecantikan. Kantor yang kami tempati itu merupakan kantor utama ‘otak’ Gakuen. Dimana segala bentuk pemikiran-pemikiran dan urusan penting tingkat atas berpusat di kantor tersebut. Selain kantor pusat sebagai tempat ide-ide baru, juga ada Pusat Penelitian Gakuen yang letaknya bisa dibilang cukup dekat dengan kantor utama Gakuen, gunanya tentu saja untuk meneliti dan menemukan kosmetik baru yang lebih canggih. Sementara itu, masih ada pabrik-pabrik Gakuen untuk memproduksi kosmetik dan alat kecantikan. Barang-barang yang telah diproduksi akan disebarkan ke toko-toko kosmetik khusus untuk produk Gakuen. Seperti layaknya etude house, body shop, atau the face shop, Gakuen memiliki toko yang berdiri sendiri yakni Quinchy Castle.
Quinchy Castle ini sendiri sudah tersebar luas di berbagai penjuru Indonesia. Hampir setiap plaza besar di Indonesia memiliki Quinchy Castle. Desain tokonya yang imut dan menarik perhatian menjadi harga jual tinggi untuk toko itu. Namun walau begitu, Quinchy Castle masih berada di urutan keempat setelah the face shop. Tampaknya, masyarakat Indonesia sendiri lebih memilih produk luar negeri daripada produk dalam negeri.
Toko kecantikan milik July, Vana Beauty Store, bisa dibilang berada di tingkat yang lebih rendah dari Quinchy Castle. Itu karena selain barang-barang di Vana masih bercampur antara produk luar dan produk dalam, Vana Beauty Store hanya ada di satu kota saja. Itu membuat tokonya lebih dikenal oleh orang-orang di kota tersebut saja.
Gua mengetahui semua hal itu, setelah beberapa hari mati-matian mempelajari perusahaan Gakuen. Itu merupakan tugas pertama yang diberikan Theo di hari pertama gua bekerja. Jujur saja, gua masih belum memahami semuanya. Perlu waktu beberapa lama bahkan hingga sebulan bagi gua untuk mempelajari itu semua. Gua kan bukan anak ajaib dengan otak super encer!? -_-
“What is your favorite thing?” tanya Theo selagi berjalan ke arah bangunan.
“Ehm?” Gua melihat Theo untuk melihat ekspresinya. Karena langit sudah malam, gua tidak bisa menemukan garis kontor wajahnya. Gua pun menatap ke depan, lebih fokus pada jalan yang agak kasar itu. “…food?”
Kali ini Theo yang melihat ke arah gua. Dari penglihatan malam gua yang tiba-tiba meningkat, gua bisa melihat alisnya yang terangkat. Detik kemudian, Theo cekikikan lalu tertawa renyah.
-_-^
“Selain makanan?”
Gua pun berpikir-pikir lagi. “…salon?” He he he, gua masih belum puas karena telah melayangkan kesempatan pergi ke salon hari ini. Huh.
Kali ini Theo tidak mengangkat alisnya, dia malah memberengkan matanya. -_- What the!
“What?!” seru gua, merasa kesal.
“Ladies…” kata Theo sambil menggelengkan kepalanya.
Gua ingin menjitak kepala THEO! INGIN! Tapi gua tidak bisa, karena dia bos gua. Bisa-bisa… bisa-bisa besok wajah gua masuk ke headline salah satu koran ternama di Indonesia: “Pelaku penjitakan kepala majikan! Gadis ini sungguh brutal!” WHAT? MIND! Berisik!
“hahaha… Easy, I’m just joking. So, it’s really saloon?”
“well… It was food. It is saloon. And-“
“Your car… I thought you give it name.”
“Ekh? Her-her name is bonbon. How—how do you know?” Kata-katanya persis seperti seorang penguntit. Bagaimana dia tahu kalau mobil gua memiliki nama, padahal teman gua yang lain juga tidak tahu. Mereka bahkan tidak tahu kalau gua sudah memiliki mobil!
“I heard you talk to her…You’re not…psycho right?” Stalker talk psycho. . .
-_- Kalau tadi gua ingin menjitak kepalanya, sekarang gua ingin memukul kepalanya. (apa bedanya?) Gua pun akhirnya memilih untuk memanyunkan bibir, dan menginjak-injak tanah kasar sebagai pelampiasan. Grrr...
Tiba-tiba Theo mengacak-acak rambut gua, kemudian mencubit kedua pipi gua dan menariknya sampai seluruh gigi gua mengintip dari balik bibir. -_____-
“whwwaawwaaat aarrewww youwuwuww dooiwwwng?"
“You’re so cute.^^” jawab Theo sambil tersenyum lebar ala pepsodent.
Deg!
Deg! Dag!
Deg! Dag! Dug!
Deg! Dag! Dug! Dig! Jeduar!
Rasa panas tiba-tiba menjalar keseluruh tubuh gua.
Walau jarak kami tidak lebih dekat dari 30 cm, tapi entah kenapa gua hanya bisa melihat mukanya saja. Matanya yang coklat cerah, rambutnya yang keemasan. Rasanya tiba-tiba bulan datang dan memberikan sinar rembulan ke arah kami. Seakan ada lampu spotlight yang menyorot kami berdua. . .
Candy, think straight! You're the one he'd dumped!
No, Candy. What past is past. What present is right now. Move on, baby.
Yah! Stop act like you care, wannabe-angel!
Yes, I do care. What are you, little...demons replica!?
Bahkan suara-suara malaikat-iblis pun hanya terdengar samar-samar akibat sensasi yang terjadi. . .
Seee-seee-sensasi? #._.#
Gua menggeleng-gelengkan kepala untuk menghilangkan pikiran-pikiran yang agak kurang waras serta ... out-of-nowhere image dari otak. Saat itu Theo menarik tangannya lalu menggaruk kepalanya yang entah kenapa tiba-tiba gatal. Gua sendiri yang mulai merasa kurang waras mengusap-ngusap pipi dengan harapan bisa menghilangkan kehangatan... maksud gua, kemaluan... Aiiissshh... rasa panas yang menjalar yang membuat pipi gua memerah! #=00=#
"Eeheheehe..."
"Hmm... Let's call it a day. Akan kuantar kamu pulang. Eh, kamu bawa mobil sendiri yah. Ah..." kata Theo. Ia kemudian seperti berbicara sendiri ke arah lain. "Okay. Hm... Good night. Bye."
Theo pun memasuki mobilnya lalu melesat pergi.
.
.
.
.
*slap my head*
I should look like lunatic woman right now. . . -00-"
Yeah...
By the way, ...
Where am I...now?
...
....
ow.my.God.
^^; Pembaca... Gali lubang yuks~! ^^;
AAAARRGHHHH... Author! Paling nggak nyeritain gua berada di tempat yang gua kenal dong! Masa unidentified gini. Author! Author!
*teplak*
//
"BRUKAKAKKAKAKKAKAKAK.......>.,<;)//"
"-_-"
"WKWKWKKWKWKWKWK!!!!! XDDDD"
". . ."
"HAHAHHAHAHAHHH---"
*teplak*
"Awww... ... ... HAHAHAHAH!"
"YAA! And you call yourself friend?! CIH."
"Yeah. I am your friend... that still picking up your butt after being left by a man pinching your cheeks. Leaving you all red and ... lost. HAHA."
"You think it's funny? HA? Fine, taste this!"
"YA! You! After I just help you! YA! Put down that glass! WOE, ini rumah gua, badung!"
...
Badung, my ass. Tiba-tiba saja Juli mempunyai kata-kata aneh keluar dari mulutnya. Ahhh~~ Pasti karena terlalu sering bersama dengan si kodok Franco! Cih.
Beberapa lama setelah gua menyadari gua kehilangan arah, gua mulai... panik. Woe, siapa yang gak panik setelah ditinggal *ahem* di lahan kontruksi yang tidak berpenghuni itu? Anak kecil sudah pasti menangis kalau menjadi gua. Well... Untungnya ponsel gua masih memiliki batere sehingga gua tidak semenyedihkan pengemis di pinggir jalan. -_- Gua segera menelepon Juli lalu memberikannya gambaran posisi gua. Cih, dia bahkan baru sampai setelah satu jam! Dalam perjalanan pulang (dia yang menyetir), gua pun menceritakan semuanya. Yah, termasuk adegan yang memalukan saat gua tertanggkap basah melirik Theo. Juga sampai adegan Theo meninggalkan gua di lahan kontruksi. Sialnya, Juli masih tertawa walau kami sudah sampai di rumahnya.
"Lalu..." Juli yang duduk di sofa memasang muka serius. "Kenapa kamu harus menginap disini?"
Gua pun balik melihatnya dengan muka serius. "Memangnya Franco akan datang ke sini?"
*bantal terbang*
"Aish... Sejak kapan lu jadi pintar bicara gitu?"
"Sejak kapan juga lu jadi makin ... sering marah dan mengeluarkan kata-kata aneh?"
"-00-^ Whatever. Gua cuma gak mau membagi pakaian dalam gua ke lu. Lagipula, ngapain lu tinggal disini sementara lu punya tempat tinggal sendiri, dari ayah lu maksudnya."
"... Karena..." Gua maju beberapa jarak. Sambil merentangkan tangan, gua berkata pada Juli sembari memasang ekspresi gimanaaagitu, "... diriku menyayangimu... merindukanmu... Tak bolehkan daku tinggal bersama dirimu... Hanya malam ini saja."
Juli mundur beberapa langkah. Ia mengambil bantal lalu melemparkannya ke arah gua. "Jangan lesbi ya. Apa Theo mencubit lu begitu keras sampai saraf-saraf otakmu pun lepas-lepas? Atau... lu kerasukan hawa aneh selagi menunggu gua? Aishhh... Mana garam? Candy, sini gua lemparin dulu badanmu dengan garam!"
Juli memasuki dapur dan keluar memegangi sebotol garam. Melihat fenomena tersebut, gua segera menyelamatkan diri. Tapi tidak secepat yang gua kira...
*spurrrttt* (suara garam terbang)
. . . Rahang gua jatuh bebas. Mata gua melotot.
Sepertinya Juli yang kerasukan selagi mencari-cari posisi gua tadi.
Kenapa gua benar-benar dilempari garam!!!??
"WOE... gila lu. Lu benar-benar... lemparin gua garam? Lo kata gua apa? Bumbu?" teriak gua.
Juli berkacak pinggang. "Lu sih. Beruntungnya tanggung-tanggung. Gua membantu lu supaya setan-setang kecil tidak menggelantung di tubuh lu. Jadi, keberuntungan lu penuh."
". . ."
Kenapa rasanya gua jadi orang tolol yang mempunyai teman spiritual. =__=
"Anyway, lu gak merasa aneh?" tanya Juli. Ia sudah meletakkan kembali botol garam sialan itu ke dapur. Kami kembali ke posisi awal, duduk di sofa.
"Ya iyalah aneh. Baru pertama kali gua dilempar garam."
"Bukan itu maksud gua. -_- Lu gak merasa aneh dengan Theo. It's just like, he shows some interest to you. Like... After all he'd done, now he comes to you. That doesn't feel right. Oi... oi... How could you sleep like that? Oi... Cih. FINE. GOOD NIGHT."
.
.
.
*light off*
Yeah, she's right. Why should he act like that? Saying I'm cute twice. Pinching my cheeks with those flashy smile he has. Driving me nuts waiting for his story about me. Hiring me as his secretary I don't have experience of. I just don't understand why? Why should now? Why won't it be those time?
NEXT PART