Gua dan Aku
Marilah memulai hari dimana "gua" berubah menjadi "aku".
Kenapa? Karena toh, aku juga di sekolah dan dimana-mana ngomongnya pakai "aku".
Jadi, kenapa juga aku pakai "gua" in the first place?
Ada sejarahnya....
Jadi, aku pernah cerita kan kalau ada seorang ballerina di kelasku? Nah, ... (Kenapa jadi aneh gini nulisnya...) Jadi si Cilui itu tiap ngomong pasti pakai "gua", beda banget sama orang lain yang umumnya pakai "aku". Lalu timbullah niat dalam hati menggunakan kata "gua". Lama-kelamaan aku sudah membuat diriku terbiasa, dan dipakailah kata itu terus menerus. Saking terbiasanya, sekarang pun aku jadi merasa aneh nulis "aku". CIH.
Tapi gak apa-apa, kalau sudah terbiasa kembali, juga sudah biasa.
Sebenarnya kalau lagi chat, aku lebih sering menulis "w". (Itu bukan emoticon, nak) "W" itu singkatan dari "wa" atau "gua". Selain singkat, padat, dan jelas, ... Gak ada lagi sih kelebihannya. Yang penting, terkadang aku sering memakai kata itu kalau lagi gak sur pake "aku".
Marilah kita membiasakan diri memakai "aku".
Awwwww anehh geregetan gimana gitu kadang bisa malu. .-.
Kalau dipikir-pikir, terakhir kali aku merasa paling terhina dan malu adalah...
Mungkin sewaktu SD.
Aku masih ingat dengan jelas saat itu sedang pelajaran bahasa Indonesia. Guru memanggil aku ke depan untuk membaca sesuatu hal yang sepertinya gak penting banget. Lalu keluarlah diriku beserta bukuku. Dan...
Masih terukir dengan jelas di otakku, saat itu... Penghinaan terbesar dalam hidupku...
...
(Masih belum terbiasa dengan "aku")
Semua orang menertawakanku.
BAGUS! -_-
Sewaktu aku sedang membaca beberapa kalimat... Tiba-tiba selembar bukuku terbang melayang. Ketika aku mencoba memungut kertas sialan itu, berbagai kertas lain ikut terjatuh. Dan akhirnya semua bukuku pun berserakan di lantai. Itu, sukses sekali membuat lelucon harian di kelasku. Semuanya menertawakanku. Malunya, kebangetan.
----duuuuh!!!!! Masih belum bisa sreg makai "aku". Mari kembali ke "gua", atau kita campurkan saja antara "gua" dan "aku"----
Sejak saat itu... Mungkin gua gak surr banget sama bahasa Indonesia. Mungkin yah. Ini karena otak gua sering konsleting, jadi gua sering banget lupa. Gua pikir terkena Dejavu itu keren. Tapi ternyata teman gua, SevenEleven bilang kalau sebenarnya itu artinya ada kelainan pada otak. SIALAN!
Jadi... Gua pun tumbuh dengan tidak menyukai yang namanya pelajaran bahasa Indonesia (karena insiden memuakkan itu).
Tapi kemudian sewaktu kelas tiga, ada seorang guru bernama Bu Sofyan. Iyah itu guru cewek. Entah kenapa, setiap ada apa-apa, dia selalu manggil-manggil gua. Kadang untuk menjawab pertanyaan yang dia kasih, kadang juga untuk memerankan drama, kadang juga untuk baca-baca buku. Gitu deh. Karena dia sering banget ngajar (?) Gua, gua jadi lebih ada rasa untuk bahasa Indonesia. Hahahaha...
Sejak saat itulah, gua lebih menyukai bahasa Indonesia daripada mata pelajaran lainnya. Aneh juga yah, padahal gua dulunya pernah terhina dalam pelajaran tersebut. Tapi kemudian, gua menyukai pelajaran itu. Hahahaha.
Memasuki masa SMP, gua makin bangga. Karena kebetulan saat itu, gua menjadi salah satu orang yang hanya salah satu. B-) Masa-masa SMP itu merupakan masa-masa jayanya nilai bahasa Indonesia. Lihatlah, jarang sekali saya mendapat nilai 90. Ah, paling rendah pun 80. B-)
Tapi kemudian ketika masa SMA datang, semua berubah. OH, ZUHRIA. -0-
Sewaktu SMA, bagaikan air es atlantika yang mencair dan melebuh menjadi air laut. Bahasa Indonesia itu menjadi salah satu mata pelajaran yang ... Gak usah dipelajari. Karena mau belajar atau enggak, nilainya tetap terjun payung. Gak pernah deh gua melewati angka delapan. Padahal dulu, beh, ketiuw itu mah. Tapi sekarang. Bah, susahnya minta ampun. Jawabannya, pilihannya itu semuanya membingungkan. Kita pikir inilah jawaban yang paling benar. Gua bahkan pernah mempraktikkan "yang ini salah, itu salah, akhirnya ini yang benar". Tapi juga gagal, dan tetap nilainya macam dadar busuk. Yah, kesimpulannya gua jadi malas belajar. Bahkan di dalam kelas pun gak ada nafsu belajar. Maunya main Achtung! Hahahaha
Selain bahasa indonesia, ada satu mata pelajaran yang gak pernah gua pelajari kalau lagi ujian. Itu sewaktu gua SD dan SMP. Gua. Gak. Pernah. Belajar. Matematika. B-)
Sewaktu ujian, Mom tanya, "kok kamu gak belajar?"
Gua pun jawab, "Kan ujian mate. Mau belajar apa?"
Karena dulu gua pun emang bingung mau belajar matematika bagian mana, gua memutuskan untuk tidak belajar sama sekali. Sentuh pun kurasa tidak. Palingan cuma liat rumus, okay.
Tapi sekarang masa SMA, gak bisa lagi seperti itu. Pasalnya, harus sering buat soal baru bisa masuk ke otak. Sering buat soal saja bisa silap-silapan, apalagi gak buat soal? Apa kata dunia? Jangan-jangan gua malah kelilipan lagi. -_+
Omong-omong, ogah ah ngelanjutin tentang nilai. Masih trauma ngeliat nilai yang jatuh bebas itu. . . -_-
Guru gua, si pertapa THB hari ini memergoki gua dan kawan-kawan yang keasyikan main achtung. X3 Dia sih emang gak marah, cuma "hehehehe" Lalu memberikan ceramah dadak keliling.
"Kalian,nak, mesti pertahankan semangat belajar kalian. Kalau kek gini cara kalian belajar, nanti kuliah, mati."
Kira-kira begitulah apa yang beliau sampaikan. Itu cuma 5% dari omongan yang beliau lanturkan. Beruntung sekali, sekaligus membunuh waktu. B3 (ini emoticon, nak)
Sebenarnya semangat gua kesekolah itu cuma buat meraih, mengukir, dan memoles kenangan.
Gua senang ketika waktu itu berfoto-foto ria bersama BlackSwan, SNosea, dan SeungGi. Kalau dihitung-hitung, gua akan bilang itu merupakan kali kedua gua berfoto dalam kelas semenjak semester genap. #eh kali pertama itu menggunakan hapenya Cilui, gua dan SeungGi foto-foto narsis. Kali kedua yah itu. Tiba-tiba ada Mayo yang nongol dari dimensi lain. SNosea yang shy shy dog bertemu tatap sensor dengan kamera Samsung Notenya BlackSwan. Dan BlackSwan yang mengeluh karena rambutnya basah habis terkena hujan, juga bagaimana mukanya terlihat sangat gede. ._.
Selain lebih menyukai mengukir kenangan foto, gua juga lebih memilih main Achtung selama lonceng main-main, lonceng makan, dan lonceng pulang ketimbang belajar di kelas.
---inilah korban penafsu Achtung... Sampai-sampai nyorat-nyoret tisu sendiri buat nulis kepanjangan Achtung----
Makin sering main makin jago gua jadinya. Tapi.. Setelah gua survey #ceileh, ternyata bermain sambil duduk lebih mempertinggi peluang untuk hidup lebih lama dibanding saat berdiri. Buktinya, waktu main sambil berdiri gua selalu salting. -_- Suka nabrak kagak jelas dan nyium pantat pemain lain, bahkan selalu salah masuk lubang. #eh.
Udah deh keseringan ngomong Ach-tung. Pergi dulu berkelana nyari belut pengganti imajinasi Achtung yang selalu muncul di mimpi gua. -__-
1 comments
ha-ha-ha.pd akhirnya ttp ada ACHX .wkwk.keren".tp yg bagian atas agk bosen.wkkwkwk-reagan
BalasHapus