Lead to Nowhere Journey
If you see my instagram account (@licebrendaa), you probably know that I am going somewhere.
Yep, for almost than ten years, I finally came back to Jakarta, my toddler-hood town.
Gua sama sekali tidak pernah berpikiran akan kembali ke kota ini lagi. Mom memberi tahu gua kalau dia, Brancy dan Gokim akan ke Jakarta. Gua ternganga mendengarnya. Bagaimana tidak?? Bagaimana bisa mereka tega meninggalkan gua sendiri di Medan? Apalagi tanggal jatuh tempo sewa rumah sudah semakin dekat. Sungguh tidak mungkin bagi gua untuk dapat berlapang dada melihat kepergian mereka ke Jakarta. Well, walaupun sebenarnya mereka tidak sepenuhnya jalan-jalan disana.
Mom bertemu teman lamanya (yang masih tetap berteman sebenarnya). Ia membuka butik dan menawarkan Brancy untuk menjadi modelnya. Mom dan Bran tidak segera menerima tawaran tersebut sebab mereka masih ragu. Kemudian secara tidak sengaja, seorang malaikat botak dengan gigi tidak rata dan perut buncit yang mengintip di balik kancing kemeja yang terbuka mendatangi kami. Ia mendengar bahwa Bran ingin ke Jakarta untuk menjadi model. Entah angin daerah mana yang bertiup ke arah kami, namun malaikat botak ini menawarkan tiket pesawat gratis untuk mereka (Mom, Bran, dan Gokim). Dengan adanya tiket gratisan, tentu saja Bran sudah setuju untuk menjadi model teman Mom.
Mom bilang gua juga bisa bergabung menjadi model teman Mom bersama sepupu gua. Sayangnya, malaikat botak yang tidak melihat gua saat kami bertemu tidak memberikan tiket gratis buat gua. Mom sampai harus mengeluarkan uangnya demi tiket pulang pergi gua. Padahal, seharusnya tiket gratis itu lebih cocok di alokasikan ke gua daripada Gokim (enak banget, keciprat rejeki gratisan mulu) Tapi sudahlah, Gokim juga manusia yang tidak mungkin melepaskan kesempatan emas mendarat di Jakarta, kota yang dulu ia tempati.
Dengan pikiran melayang membayang mengenai Jakarta, harapan kami sungguh tinggi. Bahkan lebih tinggi dari tinggi tubuh gua. -_- Kami berpikiran akan membeli sepatu keren dan baju murah begitu tiba di Jakarta. Gua berpikiran pergi ke SPA saat berada di Cirebon. Begitu banyak harapan hingga saat realita berjalan, kami bagai di lindas truk dalam jalan tol.
...
Mom, Bran dan juga Gokim hanya ke Jakarta dalam lima hari. Sementara gua ke sana selama hampir sebulan. Mom menyuruh gua ke Cirebon, menetap bersama sepupu gua. Sambil melihat kuliah dan sambil membicarakan kerja.
Pengalaman menyenangkan gua rasanya hanya sampai di Kuala Namu International Airport. Kami memakai kacamata fancy berasa seperti artis Korea yang lagi disorot karena airport fashionnya. Kami berfoto ria dengan koper merah butut bak model runway dengan anjing keren. Kami meminum starbucks lalu bertemu pasangan mesra bule-indo yang terlalu mesra untuk orang Indonesia. Lalu kami masuk ke dalam pesawat melihat pemandangan malam yang penuh kerlap kerlip lampu kota. Lalu semuanya berubah setelah negara api menyerang.
Well, gua gak tahu apakah mereka stress saat berada di Jakarta. Tapi gua cukup stress. Karena tujuan gua ke Jakarta adalah untuk menjadi model gadungan yang ternyata dibatalkan karena sepupu gua memilih tiket kereta api yang jadwalnya bertabrakan dengan jadwal pemotretan; untuk mencari kuliah yang ternyata tidak memberi gua pilihan sama sekali; untuk menginap di rumah sepupu gua yang ternyata lebih sering berada di dalam rumah daripada jalan jalan di Cirebon; untuk bekerja yang ternyata lingkungan kerja gua sempit, penuh dengan mainan, serta teman kerja yang kebanyakan hu-ana. Gua capek. Capek. :')
Untuk urusan permodelan gua masih bisa merasa toleransi lah. Karena sebenarnya yang dimaksud model oleh teman Mom adalah menjadi model katalog untuk baju yang dijualnya. Gua merasa kasihan sama Bran yang tertimpa bertumpuk-tumpuk baju yang harus di pakainya. Ia sampai tidak diberi makanan (tidak ada yang menanyakannya) demi pemotretan yang baru selesai tengah malam. Bran bagai puppet yang disuruh ini itu. Sedih. Jadi model itu gak gampang yah... :')
Kalau Bran kerja jadi model di Jakarta. Gua kerja kantoran di sini. Sewaktu chengbeng salah satu kerabat gua datang ke Medan. Kami berbincang-bincang. Lalu mereka berkata bahwa mereka membutuhkan tenaga kerja baru. Mom menawarkan Bran dan gua untuk kerja disana. Namun, karena Bran masih terlibat kontrak dengan pekerjaannya yang sekarang serta kuliahnya yang belum tamat, Bran akan datang tahun depan. Sementara gua, yang sudah tidak sekolah lagi memutuskan untuk bekerja sambil kuliah bersama mereka, kerja kantoran di salah satu perusahaan game terbesar #exaggerating
Pekerjaan gua disana tidak begitu sulit. Gua ditugaskan menginput data penjualan, mengukur, dan lain sebagainya. 90% pekerjaan itu memerlukan gua untuk berada di depan komputer selama berjam-jam. Gua harus terbiasa untuk menyortir setiap barang masuk yang datang tiap minggu. Gua juga semakin terbiasa melihat harga luar biasa yang tertera. Lumayan enak lah, gak begitu sulit, cuman agak linglung aja karena barangnya banyak banget. Bayangin dimana-mana semua kotak dan barang. Mau jalan juga susah.
Perjalanan gua serasa meaningless, Bran dan Gokim juga merasakan hal yang sama.
Rasanya gak ada arti. Rasanya kami cuma berotasi di Jakarta. Kebayanglah betapa macetnya kota Jakarta. Mau kemana mana aja macet. Mau relaksasi, mau jalan jalan aja susah. Sewaktu gua masih bersama Bran Mom dan Gokim di Jakarta, kami keliling untuk melihat stand teman Mom yang sejujurnya wasting time banget (di dalam mobil 4 jam ke Bekasi cuman buat liatin stand, wtfman??) Kami juga keliling ke ManggaDua berharap dapat membeli baju murah dan bagus, tapi ternyata tidak ada yang bagus disana, mahal lagi. Kami ke Mall of Kepala Gading berharap makan makanan Korea, baru duduk udah disuruh pergi lagi. Kami bahkan tidak sempat ke TA, CP. Gua sama Bran juga gak sempat main bersama sepupu gua. Serasa wasting time banget. Serasa ada yang kurang gitu. Gak puas. Banget.
Padahal tiket gratisan, tapi... serasa meaningless...
Akit yah...
1 comments
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus