You called that Cooking?
Rabu, Februari 06, 2013
Mom gua gak tinggal bersama gua lagi.
Itulah alasannya kenapa selama ini keluarga gua selalu memesan rantang.
Tapi, ... rantang yang Dad gua pesan itu. . . gak terlalu menggugah selera. Menu-menunya kebanyakan mengandung banyak minyak, yang tentu saja gak bagus buat kesehatan. Atau rasa makanannya tidak pas di lidah. Atau makanannya berupa lemak babi - yang sungguh gua benci.
Itu juga alasannya kenapa Dad gua memutuskan untuk berhenti memakai rantang.
Karena makanan yang ada di rantang selalu tidak habis dimakan dan cenderung dibuang, Dad berpikir untuk membeli saja makanannya. Kita tidak akan menggunakan ranting lagi. Kita hanya akan membeli siap saji.
Tapi . . .
Belum satu hari rantang diberhentikan. . .
Dad gua dengan bangganya memasak buat keluarga gua. Oh, dia sungguh bangga.
Gua pernah baca epilog cerita "He was Cool" atau "That guy was munsesuuh". Di epilog itu, si pemeran utama pria memasak pancakes sambil merokok. Bagi yang udah membaca cerita keseluruhannya, adegan yang dilakukan oleh si pemeran utama sungguh sesuatu gitu loh.
Tapi. . .
Kalau lu lihat dalam kenyataannya. . . seperti yang gua lihat beberapa hari yang lalu. Lu bakal merasa menjijikkan, memuakkan, menggelikan, dan berbagai kontraindikasi lainnya saat lu melihat ayah lu memasak sambil merokok di dapur dengan gayanya yang manly.
Satu kata yang cocok buat adegan realita itu, IDIH.
Boro-boro deh. Sewaktu gua melihat Dad yang ternyata memasak dengan cara seperti itu, gua berkata pada diri gua sendiri bahwa gua gak akan memakan makanannya.
Gua udah cukup menderita terkena TBC gara-gara that bastard guy I called Dad. Bukan cuma gua, Sis gua juga terkena TBC. Sebenarnya gara-gara sis gua terkena makanya gua ketularan. More than that, gara-gara that-bastard-I-called-Dad memberikan contoh yang tidak baik terhadap keluarga gua, Bro gua juga terkena ketularan menjijikkannya. Ya, Bro gua juga ikut merokok gara-gara Dad gua, or so I thought. Untuk menambah keparahannya yang sudah ada di rumah, pembantu rumah gua yang cowok juga merokok!!! SHIT in its rawest form!
How could you possibly live a healthy life while you live with bunch of bastards?!!
Yeah, I am MAD. SO DEEPLY MAD.
And how could you possibly eat food that are cooked by a smoker? HOW COULD YOU??
But. . . untuk lebih memperparah keadaan yang sudah kacau, gua memakannya. -_-
Tapi itu cuma dua kali.
Pertama kali sebelum gua mengetahui bahwa Dad gua memasak sambil merokok. Dan itu adalah hari pertama dia memasak setelah tak ada rantang. Dad gua memasak sup sayur paret dengan tulang iga. Karena kebetulan gua suka sumsum tulang, jadi gua makan deh sup itu. Tapi gua cuma makan semangkuk untuk sarapan. Siangnya gua pergi ke rumah teman gua untuk melatih drama. Gua gak makan siang di rumah karena gua menyadari gua gak mau memakan masakan Dad gua lagi.
Jadi, sewaktu gua mengunjungi rumah teman gua, gua membeli nasi ayam dan makan siang disana. Malamnya, . . . gua gak makan malam. Dad gua tanya kenapa gua gak makan. Gua gak benar-benar menjawabnya. Tapi karena dia terus bertanya, gua menjawab, "Gak enak."
Dengan sesuatunya ayah gua bilang, "GAK ENAK??!! Whoah... terlalu kalian. ENAK kayak GINI pun gak mau makan."
-_________________-
That guy I called Dad said that words or sentence or whatever it is.
Seriously?! I think I wanted to puke right at the moment he said that.
Kedua kali saat Dad memasak sup kacang merah dan tauco cumi. Saat itu gua udah makan siang disekolah, jadi gua tinggal makan malam di rumah. Dan saat itu gua sudah memergoki Dad memasak sambil merokok. Jadi, gua tahu bahwa gua gak akan memakan masakannya. Kebetulan Dad membeli durian. Gua pun makan malam dengan durian dan nasi. Gua makan . . . sampai akhirnya mata gua melirik panci besar berisi sup kacang merah tersebut. Nasi gua sudah habis dan gua gak mungkin makan durian lagi. Rasa keingintahuan gua merambat dan gua pun membuka penutup panci itu. Satu sendok, gua kayuh sup itu ke sendok gua. Dua sendok, gua kayuh lagi sup beserta wortel ke sendok. Dan gua pun makan. -__________________-
Seriously, I regret it right now, really.
Saat gua menulis artikel ini. . . Dad gua tiba-tiba membuka pintu kamar gua (like always) dan menanyakan gua, "Lu mau makan apa?"
Dad gua gak memasak lagi, thanks god, jadi dia menanyakan menu apa yang gua inginkan.
Jadi gua pun menjawab, "Sup bakso. . .?" sambil memikirkan kelezatan hu-phio yang dimasak oleh Restoran Paten, tempat makan yang biasanya keluarga gua kunjungi. Sup yang madam itu buat enak. Dengan bakso yang lembut, hu-phio yang menggugah selera, dan sup yang berkaldu. Ohhh.......
CRASH!
The moment I daydreaming about the delicacy the food will be, my father smashed it with his sentence -or rather, questions. "Kalau gitu lebih bagus masak donk?"
*flip table*
And before he left, he didn't forget to scold me about the dirty bud on the floor.-_- It was my sis doing, though. -_-
SERIOUSLY?? Why can't you just buy it? I couldn't and won't eat your cooked food.
Can he realized it?? Makanan yang dia buat itu gak pernah sekalipun habis! Dengan bangganya pula dia memasak dalam jumlah yang oh-sangat-banyak. -_- No shame.
Ini barulah permulaan. Kami baru-baru saja memutuskan ikatan dengan perusahan rantang tersebut. Lalu. . . bagaimana dengan nasib makan malam selanjutnya ...?
OH. MY. FLYING. PIG. (by the way, that is the word from An eternity of Eclipse)
0 comments